KECEK BEKIAS KATO BETENGGAK Caro Melayu Bengkulu

 


Penulis :

Darwin Susianto & Junaidi Zul

 

Tim Penerbit Andhra Grafika

Editor : Darwin Susianto

Sampul  : Fiqri Susanto

Foto : Junaidi Zul

 

Keterangan Sampul

Mufakat di Balai Adat


Download Ebook di Sini!!



Indonesia negeri yang subur makmur, beribu pulau dan beribu suku dan bahasa daerah.  Beribu pula  tradisi, adat dan seni budaya.  Begitulah Indonesia dengan keberagamannya.  Beribu seni dan tradisi  merupakan kekayaan Indoneisa yang melimpah di bidang seni dan sastra.

Buku yang berjudul Kecek Bekias  Kato Betenggak Caro Melayu Bengkulu ini ditulis dalam Bahasa Baerah Melayu Kota Bengkulu.  Buku ini berisi  tata cara tegur  sapa para perangkat adat/ketua adat dalam acara prosesi pernikahan Melayu Bengkulu.  

Masyarakat Bengkulu menyebutnya sebagai petata petiti.  Petata petiti secara garis besar diartikan sebagai tegur sapa atau sambutan/pidato berbalas dari masing-masing ketua adat.  Bedanya dari pidato atau sambutan, petata petiti ini banyak menggunakan kata kiasan, pantun, talibun dan kata bertenggak. Dalam buku ini nanti akan kita temui kata–kata indah yang mengandung multi  makna. 

Sebenarnya buku ini merupakan rangkuman atau kumpulan sastra lisan dan masuk dalam golongan puisi lama.  Jika disimak kata-katanya banyak sekali artinya yang multi makna.  Para tokoh adat biasanya selalu menyelipkan kata kiasan ini dalam setiap sambutannya.  Diantaranya, pantun, talibun, kiasan atau pribahasa dan kata betenggak.

Sebagai bentuk revitalisasi bahasa daerah maka buku ini sengaja kami buat untuk menghidupkan kembali bahasa daerah Melayu Bengkulu.  Dengan harapan buku ini nantinya akan menjadi pedoman bagi generasi muda untuk belajar petata petiti cara Melayu Bengkulu.

Kata betenggak merupakan sastra lisan  asli masyarakat melayu Bengkulu.  Ada kemiripan dengan syair dan talibun, namun betenggak bukanlah syair dan talibun.  Kata betenggak biasanya diungkapkan untuk merendah diri dan tidak mau menyombongkan sesuatu kepada pihak atau orang lain.  Betenggak artinya tertahan di pangkal lidah.  

Puisi ini menceritakan bagaimana keindahan dan keharmonisan salah suatu suku yang ada di provinsi Bengkulu yang begitu indah kata-kata dalam setiap acara  yang berbau seni tradisi dan adat budaya.  Sindiran dan pertanyaan tidak langsung menohok namun diungkapkan dengan kalimat yang santun tapi sangat dalam maknanya.

 


0 Komentar